Banda Aceh — Mahasiswa Universitas Syiah Kuala mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Aceh mengaudit pengelolaan beasiswa senilai Rp7,3 miliar di perguruan tinggi negeri tersebut karena diduga menyimpang.
Desakan tersebut disampaikan belasan aktivis mahasiswa dalam unjuk rasa di Kantor BPK Perwakilan Aceh di Banda Aceh, Senin (16/07) . Dalam aksi itu, mahasiswa juga menuntut BPK transparan dan menyampaikan hasil audit tersebut.
“Kami memberikan waktu kepada BPK selama sebulan melakukan audit investigasi terhadap kasus dugaan penggelapan beasiswa yang diduga melibatkan mantan Rektor Unsyiah Prof Darni,” kata Wakil Presiden Pema (Pemerintah Mahasiswa) Unsyiah, Heri Tamliqa.
Ia mengatakan mahasiswa kecewa dengan beredarnya isu mantan Rektor Unsyiah diduga telah menggelapkan dana beasiswa bantuan Pemerintah Aceh mencapai Rp7,3 miliar.
Dana tersebut, kata dia, merupakan beasiswa untuk program tahun ajaran 2009 hingga 2012, beasiswa guru daerah terpencil 2011/2012, dan beasiswa program S3 bagi dosen Fakultas Kedokteran Unsyiah 2010/2011.
“Kami mengharapkan kasus ini segera diselesaikan dan diproses secepat mungkin. Sebab, kasus ini telah mencoreng nama baik civitas akademika Unsyiah,” kata Heri Tamliqa.
Pelaksana Tugas Harian BPK Perwakilan Aceh Syamsudin usai menjumpai pengunjuk rasa mengatakan, pihaknya baru akan melakukan audit investigasi kasus beasiswa tersebut jika ada permintaan dari lembaga penegak hukum ataupun masyarakat.
“Yang kami lakukan saat ini adalah audit secara menyeluruh terhadap APBA 2011, termasuk dana beasiswa tersebut. Jadi, kami belum melakukan audit secara khusus terkait beasiswa tersebut,” katanya.
Kendati begitu, kata dia, jika dalam audit menyeluruh tersebut ditemukan ada indikasi penyimpangan dana beasiswa, maka BPK akan memberikan opini agar masalah ini ditindaklanjuti.
Selain itu, kata dia, pihaknya juga harus berkoordinasi dengan BPK Pusat terkait audit investigasi di Unsyiah. Sebab, Unsyiah berada di bawah naungan Direktorat Pendidikan Tinggi yang auditnya dilakukan BPK Pusat. “Kami hanya sebagai pihak yang memberi opini. Tindak lanjutnya merupakan wewenang pemerintah daerah maupun lembaga penegak hukum,” ujar Syamsudin. (ant)
Belum ada komentar