Bireuen – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Republik Indonesia diharapkan tidak seenaknya membatalkan sejumlah pasal dalam Qanun Aceh, dengan alasan bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.

“Selama ini Mendagri cenderung memaksakan pembatalan beberapa pasal dalam qanun (Aceh). Padahal, qanun itu disusun mengacu kepada UU No. 11/ 2006 tentang Pemerintahan Aceh,” kata anggota DPD-RI asal Aceh, H T Bachrum Manyak dalam perbincangan dengan Harian Aceh di Bireuen, Kamis (25/3/2010).

Menurut Bachrum, seharusnya, jika Mendagri keberatan atau ingin membatalkan atau tidak setuju dengan beberapa pasal dalam Qanun Aceh, Mendagri harus mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Agung (MA), dimana keputusan MA harus diterima oleh para pihak. “Jadi, bukannya dibebankan kepada daerah,” ujar senator dari Aceh itu.

Di sisi lain, Bachrum mengatakan, dalam kunjungan ke beberapa kabupaten/ kota di Aceh beberapa hari terakhir ini, terungkap beberapa masukan, diantaranya: pentingnya bupati/ walikota di Aceh memetakan kebutuhan daerahnya masing-masing.

“Karena itu kami telah sarankan untuk membuat skala prioritas yang dibutuhkan agar dapat diperjuangkan di pusat bersama-sama dengan anggota parlemen (DPR-RI) dari Aceh,” ujar Bachrum.(*/ha/del)