Jakarta — Saat pertumbuhan negara maju melambat dan ekspor menurun, pemerintah harus lebih memperhatikan sumber devisa yang tak kunjung mengering: tenaga kerja migran.

Menurut sebuah laporan Bank Dunia yang terbit pekan lalu, kiriman uang dari pekerja migran adalah sumber devisa yang paling dapat diandalkan di masa krisis bagi negara berkembang seperti Filipina, Indonesia, dan India. Laporan itu menganalisis pengaruh krisis ekonomi yang telah berlangsung sejak 2008 terhadap perilaku pekerja migran dan arus devisa yang mereka kirimkan ke kampung halaman.

Kawasan tujuan utama pekerja migran dunia seperti AS, Eropa, dan Timur Tengah menderita akibat dampak krisis 2008 dan 2009. Sebagian ekonom meramalkan para pekerja migran akan pulang dan angka kiriman uang menurun. Menurut para ekonom itu, pekerja migran memiliki kemungkinan terbesar mengalami kehilangan pekerjaan atau penurunan gaji di masa krisis. Selain itu, pemerintah setempat juga cenderung mengutamakan peluang kerja untuk warga sendiri.

Tapi prediksi itu meleset. Meski dunia dilanda kelesuan ekonomi, total jumlah orang yang bekerja di luar negeri sendiri malah meningkat. Jumlah uang yang dikirimkan ke negara asal memang menurun, tapi relatif tidak besar—tahun 2009 penurunannya hanya 6% dibanding setahun sebelumnya, kata Bank Dunia. Angka ini sangat kecil dibanding kejatuhan investasi asing langsung dan portofolio di negara berkembang sebesar 40% untuk periode yang sama.

“Krisis finansial di negara-negara tujuan pekerja migran cukup parah,” sehingga orang memperkirakan negara sumber pekerja itu akan terkena dampaknya, kata Dilip Ratha, ekonom dan manajer tim migrasi dan kiriman devisa di Bank Dunia, yang turut menulis laporan itu. “Tapi kesimpulan umum yang kami dapatkan adalah angka kiriman uang itu ternyata terbukti cukup tangguh di nyaris semua belahan dunia.”

Para pekerja migran tampaknya sadar bahwa dalam masa krisis seperti ini, mereka harus terus mengirim uang ke rumah. Laporan Bank Dunia itu memang menunjukkan tingkat pemasukan pekerja migran pada 2009 turun dan angka pengangguran naik. Tapi pekerja migran bisa menjaga arus uang ke kampung halaman dengan cara menekan pengeluaran sehari-hari dan berbagi akomodasi.

Menurut laporan itu, arus kiriman uang global yang melebihi $300 miliar per tahun itu sangat stabil. Peran devisa dari pekerja migran sangat penting dan setiap negara sumber tenaga kerja seharusnya menjadikan mereka sebagai salah satu pilar kebijakan ekonomi. Arus kiriman uang itu dua kali lebih besar dari jumlah dana bantuan yang diterima negara-negara berkembang. Kiriman seperti itu juga lebih andal dibanding investasi asing di bursa saham dan obligasi, maupun investasi asing langsung. Tapi sebagian besar negara sumber tenaga kerja tidak berbuat banyak untuk mendukung pekerja migran. Laporan itu menyarankan negara berkembang berupaya memudahkan pekerja migran mengirim uang ke rumah. Negara-negara itu juga harus melindungi pekerja migran melalui regulasi, diplomasi, serta layanan di kedutaan.

“Pemerintah memberikan berbagai macam dukungan untuk melancarkan investasi asing langsung, tapi sangat sedikit upaya yang dilakukan untuk mendukung arus kiriman uang dari pekerja migran,” kata Ratha. “Kiriman itu mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia, tapi para pembuat kebijakan tidak memperhatikannya.” (wsj.com)