Seputaraceh

Di Abdya, Kerbau Masih Digunakan untuk Bajak Sawah

Petani sawah sedang menggunakan Kerbau untuk membajak sawah di Abdya (Foto Tarmizi Age)
Petani sawah sedang menggunakan Kerbau untuk membajak sawah di Abdya (Foto Tarmizi Age)
Petani sawah sedang menggunakan Kerbau untuk membajak sawah di Abdya (Foto Tarmizi Age)
Petani sawah sedang menggunakan Kerbau untuk membajak sawah di Abdya (Foto Tarmizi Age)

Oleh Tarmizi Age

MASYARAKAT Aceh yang mayoritas petani dilihat masih tetap menggunakan alat-alat tradisional dalam menyelesaikan pekerjaannya, alat-alat yang serupa sudah dimesiumkan di Denmark sejak sembilan puluh hingga seratus (90-100) tahun yang lalu.

Di Aceh Barat Daya penulis sempat memotret seorang petani yang sedang mengolah tanahnya untuk di tanami padi dengan menggunakan kerbau yang di ikat sesuatu alat yang terbuat dari kayu untuk meratakan tanahnya.

Penulis yang sebelumnya pernah tinggal di Denmark selama 8 tahun bisa menyaksikan sendiri jaraknya perbedaan cara bertani di negara-nega Eropa dengan di Aceh, di Denmark misalnya petani sudah menggunakan teknologi modern dalam semua kegiatan di sektor pertanian.

Dalam fase kehidupan manusia, hingga saat ini bisa disimpulkan fase pertanian, fase teknologi dan fase informasi serta teknologi dikembangkan untuk kemudahan manusia dalam semua sektor tidak terkecuali dibidang pertanian, maka jika kegiatan atau perlakuan petani yang dibiarkan menggunakan alat tradisional tanpa teknologi tentu akan sangat berpengaruh terhadap tidak tercapai swasembada pangan sesuai dengan yang di harapkan.

Ketika teknologi berkembang maka dengan sendirinya kita akan butuh informasi saat inilah informasi akan memberi sumbangan bagi satu sektor yang juga bisa menampung para pekerja, ketinggalan jarak yang hampir-hampir satu abad antara Aceh dengan dunia luar seperti Denmark merupakan jarak yang sulit di kejar, penulis menawarkan agar pemerintah segera melakukan survei lahan pertanian di seluruh Aceh dan kemudian juga menghitung berapa luas tanah yang bisa dikerjakan oleh satu traktor, yang kemudian bisa mendesain pertanian secara arti luas di Aceh dengan menggunakan teknologi.

Revolusi sekaligus reformasi pertanian tidak boleh lagi tidak dilakukan pada saat ini, Gubernur Aceh dan Wakil Gubernur yang menurut Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Aceh merupakan kepala dan wakil pemerintah Aceh yang paling peduli sektor pertanian sesudah pemerintahan Iskandar muda tempo dulu, di perlukan mengubah paradigma petani ala tradisional ke penggunaan sistem dan alat teknologi terkini, termasuk di sektor perkebunan, perikanan dan peternakan yang pasti akan memberi sumbangan bagi pertumbuhan ekonomi Aceh.

Saya kira semua kira rakyat Aceh perlu bekerja keras mendukung cita-cita pemerintah Aceh memajukan sektor pertanian arti luas di Aceh, SDM petani juga perlu ditingkatkan agar penggunaan teknologi nantinya bisa dikuasai petani, bagi penulis senang saja dalam menilai hal ini, jika negara lain bisa melakukan kenapa kita tidak, jika negara lain bisa membahagiakan hidup rakyatnya mengapa kita di Aceh tidak, tinggal hanya apakah kita (semua pihak termasuk pemerintah) mau melakukannya atau tidak.

Semoga di tahun-tahun mendatang sektor pertanian sudah mulai mengguna traktor secara keseluruhan dan kerbau sudah tidak lagi dwi fungsi, yakni membajak sawah dan di konsumsi oleh manusia, biarlah kerbau tidak lagi diperah tenaganya.[]

*Pembina Lembaga ACDK

Belum ada komentar

Berita Terkait