Seputaraceh

Jambi Duduki Peringkat Satu Perdagangan Satwa Liar

Jambi Duduki Peringkat Satu Perdagangan Satwa Liar
Jambi Duduki Peringkat Satu Perdagangan Satwa Liar

Jambi — Perambahan Hutan dan perburuan satwa liar yang dilindungi semakin marak terjadi di Jambi.

Fahrurrozi, Kasi Pembalakan Ilegal dan Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) Wilayah I BKSDA Jambi, mengungkapkan, tingginya perdagangan dan perambahan hutan di Jambi salah satunya disebabkan kurang tegasnya aparat terkait, selain itu menurut Fahrurrozi, banyak kasus yang terjadi adalah lolosnya perdagangan satwa liar dari tangan petugas.

“Banyak hewan seperti harimau, trenggiling, orang hutan, dan satwa lindung lainnya dijual masyarakat keluar provinsi. Dan ini terbukti setelah penjual tersebut ditangkap di provinsi lain. Ini menunjukkan kurangnya keamanan dan pengawasan dari Kepolisian Kehutanan (Polhut) maupun aparat di Jambi,” kata Fahrurrozi.

Menurutnya, dari hasil tangkapan yang dilakukan provinsi tetangga, tampak jelas bahwa pengamanan di Jambi masih kurang.

Kepala BKSDA Provinsi Jambi Tri Siswo Raharjo, mengatakan, tingginya angka perambahan hutan di Jambi harus segera ditangani secara serius.

Menurutnya, banyak modus yang dilakukan perambah untuk menghabiskan hutan di Jambi, termasuk memanfaatkan nama suku anak dalam (SAD) untuk perambahan awal. Namun setelah hutan itu dibuka, maka perusahaan membeli hutan tersebut dengan berangsur-angsur.

Ia menegaskan, seharusnya petugas dishut, kepolisian, TNI, masyarakat dan instansi lainnya bisa mengawasi perbuatan yang sangat merugikan negara itu.

Kasat Polhut Jambi Krismano, mengatakan, volume kerusakan hutan di wilayah Jambi tiap tahunnya mencapai 24 ribu hektare lebih atau setara 2 persen dari total hutan di Jambi yang mencapai 2 juta hektare.

Menurut dia, kondisi hutan Jambi telah mengalami penyusutan seluas 767 ribu hektare (26,04%) jika dibandingkan luas hutan pada tahun 1985 yang mencapai 2,9 juta hektare.

Ada beberapa faktor penyebabnya, yaitu adanya alih fungsi kawasan hutan menjadi perkebunan dan transmigrasi (398 ribu hektare), penyerobotan lahan oleh masyarakat dan pemukiman warga (150 hektare) dan peruntukan lain (200 ribu hektare).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, setidaknya ada 18 perusahaan yang turut terlibat merusak dan menjarah hutan di wilayah Jambi. (tribunnews.com)

Belum ada komentar

Berita Terkait