Seputaraceh

Kartini Masa Kini, Menulislah!

Kartini Masa Kini, Menulislah!
Kartini Masa Kini, Menulislah!
Aliya Nurlela, Pengurus FAM Indonesia (Ist)
Aliya Nurlela, Pengurus FAM Indonesia (Ist)

LEWAT surat-suratnya, Raden Ajeng Kartini telah membuka mata banyak perempuan Indonesia untuk bangkit dari kemiskinan, kebodohan, keterkungkungan adat, serta menjadi perempuan merdeka. Lewat surat-suratnya pula, Kartini telah mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan-perempuan pribumi Indonesia khususnya di Pulau Jawa.

“Semangat menulis (surat) yang dilakukan R.A Kartini ini sepatutnya kita tiru, khususnya kaum perempuan Indonesia sebagai Kartini-Kartini masa kini,” ujar Aliya Nurlela dalam keterangannya, Sabtu (20/4) yang juga Pengurus Pusat Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia menyikapi pentingnya meneladani sosok R.A Kartini yang hari lahirnya diperingati setiap tanggal 14 April,

Dia menyebutkan, pemikiran-pemikiran Kartini yang tertuang dalam surat-suratnya Habislah Gelap Terbitlah Terang juga menjadi inspirasi bagi tokoh-tokoh kebangkitan nasional Indonesia, antara lain W.R. Soepratman yang menciptakan lagu berjudul Ibu Kita Kartini.

“Secara fisik, sebagai anak priyayi seorang bangsawan Jawa, mungkin saja R.A Kartini terkungkung. Tetapi karena ia menulis, pikirannya lepas-bebas, dan ia dapat menuangkan segala gagasannya untuk kemajuan perempuan Indonesia,” ujar Aliya Nurlela.

Dengan menulis pula, ungkap Aliya, perempuan-perempuan akan memiliki aura kecantikan di wajahnya walau mungkin saja secara fisik biasa-biasa saja. Artinya, perempuan yang menulis, dari tulisan-tulisannya itu, orang akan melihat kalau ia orang terpelajar, cerdas, senang dengan kemajuan dan tentu saja memiliki posisi penting di tengah masyarakat.

“Lewat FAM Indonesia, kami mengajak seluruh perempuan Indonesia, baik pelajar, mahasiswa, ibu rumah tangga, tenaga kerja wanita, buruh, dan profesi-profesi lainnya, menulislah, lalu ubahlah dunia,” ajak Aliya Nurlela, yang juga penulis buku “100 Persen Insya Allah Sembuh”, “Membuka Pintu Rezeki”, “Fesbuk” dan “Flambolan Senja”.

Membiasakan menulis menurut Aliya bukanlah menjadikan seseorang kelak akan menjadi sastrawan, tidak harus. Apa pun profesi yang dilakoni, dengan membiasakan diri menulis lalu mempublikasikannya lewat media apa saja, akan mendukung profesionalitas profesi yang dimiliki.

Dia mencontohkan, seorang pelajar yang membiasakan menulis, ketika duduk di bangku perguruan tinggi dan menjadi mahasiswa ia akan menghadapi dosen-dosen yang memberikan tugas menulis makalah. Jika sudah punya bekal yang cukup semasa menjadi siswa, maka menulis makalah akan menjadi pekerjaan yang ringan baginya.

“Berbeda jika sedang dini seorang siswa tidak membiasakan diri menulis, maka ketika menjadi mahasiswa, dapat tugas menulis skripsi, biasanya ia akan keteteran, lalu melakukan tindakan yang tercela, misal copy-paste tulisan orang lewat google, lalu mengganti nama penulisnya dengan namanya sendiri. Jika ini yang dilakukan, maka sejak di perguruan tinggi, mereka sudah membiasakan perbuatan tercela, bagaimana nanti ketika mereka lulus dan menjadi orang penting, bisa saja mereka melakukan tindakan culas dan semacamnya,” papar Aliya.

Begitu juga, tambah Aliya, seorang dokter yang menulis, maka ia akan menulis buku tentang dunia kedokteran, bagaimana cara menyembuhkan penyakit misalnya. Seorang guru yang menulis, ia akan menulis tentang dunia pendidikan, bisa saja ia menggagas lewat tulisannya tentang ide-ide pendidikan agar Ujian Nasional ke depannya tidak lagi bermasalah seperti tahun ini. Begitu juga dengan profesi-profesi lainnya.

“Jika semua orang memahami pentingnya menulis, maka Indonesia akan menjadi negara hebat,” ujar Ibu dari Hibah dan Najla ini.

Sementara itu, Ketum FAM Indonesia Muhammad Subhan menyebutkan, perkembangan teknologi hari ini semakin memudahkan siapa saja menuangkan gagasannya lewat tulisan. Berbeda di masa lalu, orang yang ingin menulis tapi terkendala dengan alat tulis.

“Dulu orang menghasilkan tulisan lewat mesin tik, sekarang sudah ada komputer, laptop, bahkan di handphone juga bisa menulis. Sudah seharusnya, generasi masa kini lebih aktif menulis dari generasi masa lalu,” ujar penulis novel “Rinai Kabut Singgalang” ini.

Dia menambahkan, FAM Indonesia sebagai salah satu wadah kepenulisan nasional, berupaya bersama-sama untuk menyemarakkan dunia kepenulisan. Sejak berdiri pada 2 Maret 2012 tahun lalu, sebut Muhammad Subhan, FAM telah melebur ke sejumlah sekolah dan kampus-kampus dalam berbagai kegiatan kepenulisan, dan mengajak siapa saja untuk aktif menulis.

“Menulis adalah terapi bagi jiwa yang membutuhkan ketenangan, sebab lewat menulis, apa pun yang tersumbat di dalam diri dapat dilepaskan dan menjadi karya yang luar biasa, dan mudah-mudahan memberi manfaat bagi banyak orang,” ujarnya.[]

Belum ada komentar

Berita Terkait