Masalah perparkiran saat ini masih menjadi dilema besar bagi pengelola, pekerja maupun pengguna jasa. Jasa perparkiran masih menjadi andalan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD), khususnya di perkotaan. Makin meningkatnya volume kenderaan saat ini, membutuhkan regulasi, kebijakan dan upaya khusus mengatur masalah perparkiran sehingga tidak menimbulkan masalah yang dapat mengganggu kelancaran lalulintas.

Di negara-negara maju masalah perparkiran sudah dikelola dengan baik dan modern. Selain itu pengaruh regulasi yang ditopang dengan kebijakan yang baik secara signifikan dapat memberi kenyamanan bagi pengguna jasa. Kesadaran pengguna terus meningkat, karena mereka merasakan secara langsung bahwa kepatuhan akan memberi kenyamanan bagi mereka sendiri.

Namun tidak begitu halnya di negara-negara berkembang, seperti hal nya di Aceh. Perparkiran masih menjadi masalah besar yang seakan tidak ada jalan keluar yang memadai.

Regulasi sering bertabrakan dengan kebijakan dan pelaksanaan, sehingga menimbulkan kebingungan pengguna jasa. Bayangkan saja, penetapan biaya dalam regulasi sering tidak dilaksanakan oleh petugas di lapangan. Biaya parkir Rp. 500,- dilapangan petugas mengutip Rp. 1.000,-, belum lagi tidak ada perbedaan antara biaya parkir kenderaan roda empat dan roda dua.

Hal ini bukannya memberi kenyamanan bagi pengguna, tapi kadang sangat mencekik leher pengguna. Belum lagi para petugas, sering hanya mengutip biaya, tanpa memberikan pelayanan yang memuaskan. Uang jasa pun sering tidak masuk ke kas daerah, karena dikorup oleh petugas dilapangan. Hal ini bisa terjadi karena pemerintah tidak memiliki mekanisme yang jelas untuk menghitung berapa pemasukan jasa parkir dari masing-masing petugas di lapangan. Tidak hanya itu pemerintah tidak memiliki mekanisme khusus untuk mengontrol dan mengatur prilaku para petugas perparkiran di lapangan.

Mewacanakan penggunaan tekhnologi modern untuk mendukung pelayanan jasa perparkiran jelas belum memungkinkan. Peningkatan tekhnologi akan meningkatkan biaya investasi, yang akhirnya meningkatkan tarif yang harus dibayar oleh pengguna, dan ini dapat memberatkan masyarakat pengguna. Oleh karena itu perlu dipikirkan upaya-upaya yang sederhana dan murah, namun dapat meningkatkan kontrol pemerintah untuk mengembangkan masalah perparkiran menjadi lebih baik, aman dan nyaman, serta menjamin pemasukan PAD yang memadai.

Salah satu kebijakan yang bisa dipikirkan adalah dengan memberlakukan pembayaran tidak langsung terhadapa jasa perparkiran. KOIN umpamanya, bisa digunakan sebagai alat pembayarana jasa perparkiran. Penggunaan KOIN parkir akan memudahkan pemerintah mengontrol pemasukan dan prilaku petugas di lapangan. Para pengguna jasa perparkiran dapat membeli KOIN parkir dari pemerintah seharga Rp. 500,- bagi kederaan roda dua dan Rp. 1.000,- bagi kenderaan roda empat. Bagi mereka yang membayar dengan uang cash tarifnya bisa meningkat, misalnya Rp. 2.000,- bagi kenderaan roda dua dan Rp. 2.500,- bagi kederaan roda empat. Perbedaan tarif ini akan mendorong pengguna menggunakan KOIN.

Dengan penggunaan KOIN, pemerintah dapat mengontrol pemasukan jasa parkir dari petugas di lapangan. Karena KOIN hanya bisa ditukar menjadi uang di instansi pemerintah yang berwenang. Tidak mungkin para petugas menggunakan KOIN untuk transaksi langsung sebelum ditukarkan dalam mata uang rupiah. Melalui mekanisme KOIN pemerintah dapat mengontrol semua petugas parkir di lapangan. Rentang kendali yang dimiliki pemerintah, selanjutnya bisa diguanakan untuk mengatur petugas dilapangan, misalnya pembangian wilayah dengan disertai nomor register wilayah, keharusan menggunakan pakaian resmi dengan nama dan nomor register wilayah, dan dapat menghindari munculnya petugas dadakan yang hanya ingin meraup jasa tanpa menyetorkan uang jasa tersebut kepada pemerintah.

Pemerintah juga bisa mensosialisasi hak-hak dan kewajiban pengguna parkir pada saat pengguna membeli KOIN parkir, sehingga pengguna tau mana hak dan kewajibannya. Hal ini dapat memberi peluang kepada pengguna untuk mengontrol prilaku petugas di lapangan, dan juga dapat meningkatkan kesadaran pengguna untuk mematuhi peraturan yang berlaku. Pengguna bisa saja menolak membayar jasa parkir, bila petugas tidak berfungsi sebagaimana yang telah diatur dalam regulasi. Begitu juga petugas biasa menolak memberi jasa, bila pengguna tidak melaksanakan semua kewajiban yang telah diatur dalam regulasi. Jadi intinya menggunakan pembayaran tidak langsung terhadap jasa perparkiran akan dapat mengontrol dan mengembangkan perparkiran yang aman dan nyaman, yang pada akhirnya dapat menciptakan tertib berlalulintas dan menjamin pemasukan daerah.[]

Aiyub Ilyas, Aktivis WAA