PENTINGNYA perlindungan terhadap situs-situs cagar budaya menjadi perhatian khusus Pemerintah Aceh melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh. Hal ini yang terus dilakukan Disbudpar Aceh lewat sosialisasi dengan melibatkan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Provinsi Aceh.

Setelah menggelar sosialisasi ke Kota Sabang dan Kabupaten Aceh Besar, kali ini Disbudpar Aceh bersama TACB juga melakukan audiensi bersama Wali Kota Banda Aceh, Kamis (14/1/2021).

Kepala Bidang Sejarah dan Nilai Budaya Disbudpar Aceh Evi Mayasari, menyebutkan, pentingnya sosialisasi ini dalam upaya memberikan perlindungan terhadap situs-situs yang ada di kabupaten/kota. 

“Langkah ini ditempuh karena masih banyak situs-situs cagar budaya yang terbengkalai,” ungkap Evi.

Terlebih lagi bagi Kota Banda Aceh, kata Evi, sudah layak menjadi kota pusaka, namun  pendaulatan kota pusaka ini harus didukung dengan memberikan perhatian dan perlindungan terhadap situs-situs yang ada di Kota Banda Aceh.

”Banda Aceh ini bisa dikatakan disetiap jengkalnya situs, karena itu akan menjadi rentan terhadap perusakan yang disebabkan oleh pembangunan dan pengembangan kota yang kadang-kadang membuat situs itu rusak, berpindah bahkan merubah bentuk aslinya seperti di cat, disebabkan tidak didampingi oleh tenaga ahli pelestari,” jelas Evi.

Evi juga meminta, nantinya perlindungan terhadap situs-situs tersebur bisa dikemas dengan penguatan narasi dari sejarah situs itu sendiri, sehingga dapat menjadi destinasi wisata baru di Kota Banda Aceh dan akan memberikan multiplier effect bagi masyarakat setempat. 

Wali Kota Banda Aceh Aminullah juga mengapresiasi atas pertemuan tersebut, mengingat pentingnya pelestarian dan perlindungan situs di Kota Banda Aceh.

“Tahun ini kami memang memfokuskan untuk mendata ulang situs-situs yang ada di Kota Banda Aceh dan mengusulkannya ke Dinas Pariwisata, sekaligus memperkuat SDM cagar budaya dengan mensertifikasi para tim ahli yang selama ini sudah mengkaji situs-situs yang ada di kota,” tambahnya.

Kadisbudpar Aceh Jamaluddin, secara terpisah juga menyebutkan bahwa, pelestarian situs atau cagar budaya diperlukan pengetahuan dan strategi khusus namun harus diakui kebutuhan SDM.

“Kita butuh SDM seperti tenaga ahli di bidang kebudayaan, karena saat ini memang masih minim sehingga pemerintah kabupaten/kota juga perlu memperhatikan ini dengan berkolaborasi dengan semua pihak.

Jamaluddin juga menambahkan, ada banyak pihak yang bisa dilibatkan dalam kebutuhan SDM tersebut, mulai dari akademisi, peneliti, pihak kampus dan lembaga pendidikan serta komunitas, sehingga akan terbentuk  tanggungjawab bersama dalam perlindungan situs cagar budaya.