Banda Aceh – Pemerintah kota Banda Aceh akan membangun gelanggang remaja sebagai wadah menyalurkan energi anak-anak muda ke arah yang positif.

“Hakikatnya anak-anak sangat ingin didengar dan dihargai masyarakat, dan mereka punya energi yang cukup besar yang harus mendapatkan saluran untuk kreativitas mereka,” kata psikolog Nurjana Nitura usai memberikan pembekalan terhadap anak punk di Sekolah Polisi Negara (SPN) Seulawah, Kabupaten Aceh Besar, Rabu.

Dikatakan, salah satu hal yang harus dilakukan Pemkot Banda Aceh adalah untuk segera membangun gelanggang remaja buat para anak-anak muda.

Ia menyatakan, proses pembinaan anak punk yang dilakukan Pemkot Banda Aceh dan Polda Aceh dipandang positif, namun yang harus lebih difikirkan oleh pemerintah adalah mengenai kerangka exit strategi yang akan dilakukan pasca anak-anak tersebut selesai dibina.

Menurut Direktur Yayasan Psikodista itu, keberadaan gelanggang remaja atau youth center sudah sangat mendesak mengingat Banda Aceh telah tumbuh menjadi Kota besar.

“Gelanggang remaja itu dapat dijadikan wadah untuk menyalurkan energi para anak-anak muda ke arah yang positif,” terangnya.

Dikatakan, ketika kreativitas seorang anak buntu, mereka akan memilih menyalurkan pada hal-hal yang negatif, namun saat kreativitas dapat dikreasikan kemungkinan mereka untuk berbuat aneh-aneh tidak akan terjadi.

Selain itu, Nurjana juga meminta kepada para pihak untuk tidak menjadikan anak-anak ini sebagai komoditas politik.

“Mereka anak-anak kita juga, mereka hanya butuh didengar, dimengerti dan seperti apa seharusnya kita bisa memahami gejolak perasaan mereka,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui sebanyak 65 anak punk dari berbagai wilayah di Aceh dan juga dari luar Aceh dijaring oleh petugas Satpol PP Pemkot Banda Aceh yang bekerjasama dengan Polda Aceh.

Selanjutnya Pemkot memutuskan untuk mengirim para anak punk tersebut untuk mendapatkan pendidikan dan pembinaan di SPN Seulawah selama 10 hari.

Sementara itu, untuk membina para anak punk tersebut Pemkot Banda Aceh harus mengeluarkan dana Rp200 juta.

“Kita sudah menghabiskan dana Rp200 juta untuk mendidik mereka,” kata Kepala Bagian Keistimewaan Pemkot Banda Aceh Zahrol Fajri.

Dijelaskannya, sebenarnya Pemkot tidak memiliki anggaran khusus dalam melakukan pembinaan ini, sehingga pemerintah mengambil inisiatif untuk mengambil posting anggaran dari Komite Peningkatan Akidah dan Ahlak.

“Jadi anggaran kita ambil dari posting itu, dan hal tersebut sudah sesuai peruntukannya dalam pembinaan anak-anak ini,” jelasnya.

Sementara itu, Wakil Wali Kota Banda Aceh Illiza Sa’dudin Djamal mengatakan pihaknya merasa berkewajiban untuk melakukan langkah-langkah kongkrit seperti ini, dikarenakan hal ini merupakan tanggungjawab ersama.

“Mereka masih anak-anak muda yang produktif dan memiliki masa depan, jadi anggaran bukan persoalan, namun yang paling penting adalah bagaimana mempersiapkan mereka nanti sebelum mereka dikembalikan lagi ke masyarakat,” ujarnya.

Hal senada juga disampaikan Kepala SPN Seulawah AKBP Indra Gautama. Menurutnya materi pendidikan yang diberikan kepada para anak punk selama digemleng 10 hari meliputi pendidikan moral, agama, pengetahuan tentang UU Narkoba, UU Lalu Lintas dan juga baris berbaris.

“Kita optimis bahwa setelah mereka digembleng nantinya dapat mengubah perilaku dan kebiasaan mereka selama ini,” jelasnya.(ant)