Oleh: Anwar Omar
Saya berharap suatu hari nanti bisa turun salju di kota Tangse supaya masyarakat Tangse boleh merasakan kedinginan dan keindahan salju seperti yang saya rasakan sekarang ini.
Tangse, begitu nama kecamatan tempat saya di lahirkan, sebuah daerah di kabupaten Pidie – Aceh.
Saya tidak tahu apa arti sebenarnya dari Tangse itu, yang saya tahu, berdasarkan cerita seorang kakek, yang rumahnya bersebelahan dengan rumah saya, Tangse adalah perkampungan tempat rakyat Aceh yang di asingkan oleh Belanda dan juga dijadikan sebagai benteng pertahanan Belanda. Jadi, selama perang Aceh dengan Belanda, Tangse hanya dijadikan sebagai benteng dan juga tempat perasingan.
Tangse yang terletak di kawasan pergunungan, atau di kaki gunung tepi rimba, alam yang masih alami, letaknya kira-kira 30 km dari Bereunuen kota nomor dua terbesar di Pidie.
Mendengar nama Tangse langsung kita teringat pada buah durian atau beras Tangse yang dulu begitu terkenal di Aceh, belum lagi kita bicarakan soal jamilah-jamilah yang ada Tangse (gadis tangse, -red).
Banyak yang pernah mendengar nama Tangse tapi sedikit di antara mareka yang pernah datang ke Tangse. Nama Tangse kita pernah mendengar di lagu-lagu Aceh, contohnya ” Jamilah Tangse” sebuah lagu yang pernah dinyanyikan oleh Yakob Tailah atau “ie krueng tangse di lee u gumpang” lagu yang pernah dinyanyikan oleh seorang artis terpopuler di Aceh yang punya nama Armawati AR.
Tangse juga terkenal dengan Gunong Halimon, sebuah gunung yang menurut cerita orang Tangse adalah gunung aulia, di mana Tgk Hasan di Tiro pernah mendeklaraksikan Aceh Merdeka di gunung tersebut.
Saya menulis artikel ini penuh dengan kerinduan dan linangan air mata, tapi walau demikian saya harus menulis sampai selesai, sekalipun untuk sekedar membagi-bagikan apa yang sedang saya alami di tengah kerinduan untuk Tangse. Saya berharap dengan menulis artikel ini akan menjadi sebuah penawar rindu di saat-saat saya mengenangkan Tangse.
Saya adalah anak kelahiran Tangse yang sekarang sudah menetap di Denmark setelah meninggalkan Tangse 10 tahun yang lalu.
Meninggalkan Tangse adalah sebuah perkerjaan yang sangat berat dan sedih bagi saya, bahkan dengan linangan air mata saya memandang gunung-gunung Tangse dalam perjalanan yang terakhir, hingga saat ini semua kelurga dan saudara saya masih tinggal di Tangse. Saya tinggalkan Tangse bukan karena sudah jenuh tinggal di Tangse, tapi dikarenakan dengan alasan yang sangat tertentu waktu itu.
Sekarang di tengah-tengah keributan dan kesibukan kota-kota yang ada di Eropa saya selalu mengenangkan ketentraman dan kenyamanan kota Tangse.
Teringat pada sebuah lagu yang sering di nyayikan di gampoeng-gampoeng pada massa saya masih kecil. “Kota tangse boh hate hawa jih lupie, kota dalam gle dalam gle bak bineh rimba, penduduk jih rajin bak pula pade oh sayang meyoe alam Tangse di thé u lua”, waktu saya kecil, sering lagu itu saya dengar di nyanyi untuk menghiburkan masyarakat Tangse, memberi spirit dan semangat khusus bagi orang Tangse.
Bagi mareka yang pernah datang ke Tangse banyak yang sudah tergoda dengan hawa dingin yang meresak ke dalam jiwanya dengan pemandang yang begitu indah air-air terjun atau air-air sungai yang seputih bak salju, tentunya sambil menikmati nikmatnya buah durian dengan pasangan atau kelurga yang mareka cintai.
Nah, Dalam kedinginan salju di kota Aalborg, kota tempat saya menetap sekarang, yang sudah di hiasi dengan lampu warna-warni untuk masyarakat Denmark meyambut hari natal dan tahun baru, saya merindukan dingin dan indahnya kota Tangse.
Saya berharap suatu hari nanti bisa turun salju di kota Tangse supaya masyarakat Tangse boleh merasakan kedinginan dan keindahan salju seperti yang saya rasakan sekarang ini.
Harapan kusus saya pada orang Aceh dan khususnya warga Tangse agar selalu menjaga alama semesta yang ada di Tangse, terutama sekali untuk mencegah datangnya bencana alam dan agar puluhan tahun kedepan Tangse bisa di jadikan tempat wisata bagi rakyat Aceh dan warga asing.
Anwar Omar adalah Aktivis World Achehnese Association, Ketua Pemuda Aceh di Denmark
Belum ada komentar