Seputaraceh

Beude Trieng, Mainan Rakyat yang Mulai Dilupakan

ADA satu lagi mainan anak-anak Aceh yang kini mulai langka. Namanya beude trieng. Mainan ini berbeda dengan beude trieng yang secara lebih umum di Aceh dikenal sebagai meriam bambu. Beude trieng ini lebih kecil, tak perlu bahan bakar, tak ada ledakan dan membuatnya cukup mudah.

Beude trieng ini lebih mirip pompa, berupa silinder. Dibuat dari satu ruas bambu yang ditebas ujung dan pangkalnya. Bambu yang dipilih sebagai bilah “senapan” ini tidak boleh bambu kering, harus bambu segar yang dipotong langsung dari perdunya. Juga tidak boleh bambu yang terlalu muda, karena rawan pecah.

Senjata ini dilengkapi dengan tuas untuk menolak peluru di tabung. Tuas ini berupa stik bambu kering yang diserut menyesuaikan lubang pada bilah tabung. Sedikit lebih pendek dari tabung, kira-kira selisih satu centimeter.

Ada satu komponen lagi. Peluru. Nah, amunisi untuk beude trieng ini cukup mudah ditemukan di alam bebas. Ada dua tipe amunisi. Untuk peluru lebih lunak, digunakan bunga jambu air. Untuk peluru lebih keras, bagi anak-anak pemberani, digunakan biji teumurui. Biji teumurui muda, hijau, bulat dan padat. Kalau ditembak ke kulit dari jarak 20 meter akan meninggalkan bekas lebam.

Banyak pembuat beude trieng ini tidak sadar bahwa ketika membuat mainan itu mereka sebenarnya memakai ilmu fisika terapan tentang energi dan tekanan. Formula-formula fisika sederhana itu yakni; semakin panjang silinder tabung dan semakin kuat daya dorong tuas, semakin lancak pula laju peluru.

Anak-anak di kampung akan bermain perang-perangan di tanah lapang atau sawah yang sudah dipanen. Mereka akan berlari, atau mengejar, lalu saling menembak. Ada syarat-syarat tersendiri yang harus dipatuhi, yakni tidak boleh menembak di kepala, karena rawan kena mata.

Orang tua tentu menjadi pihak yang paling khawatir dalam perang-perangan ini dan mereka selalu menjadi pihak ketiga yang berupaya memediasi “kerusuhan” dan mengusulkan gencatan senjata. Alasan pertama, tentu keselamatan anaknya. Kedua, peluru-peluru kena baju akan meninggalkan banyak bekas getah yang tak akan hilang dicuci.

Tapi sayang, beude trieng sekarang tak lagi dikenal. Bedil-bedilan modern yang lebih canggih kini menginvasi, menggusur mainan rakyat yang sudah ada sejak lama. Siapa yang mau melestarikannya? [Opie]

Belum ada komentar

Berita Terkait

Gajah Aceh yang Agung