Jakarta — Sebuah usulan kerja sama antara Kementerian Kehutanan dan Kementerian keuangan sedang dijajaki untuk menerbitkan uang logam baru bergambar gajah.

Menyikapi status kritis (critically endangered species) yang ditetapkan International Union for Conservation of Nature (IUCN) untuk Gajah Sumatera, Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) bertemu dengan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, Senin (17/09).

Status baru ini dipicu akibat hilangnya 70 persen habitat yang berujung pada berkurangnya setengah dari populasi gajah Sumatera dalam kurun waktu 25 tahun terakhir.

“Saya meriang setiap mendengar ada gajah yang mati diracun,” ujar Zulkifli Hasan ketika menerima delegasi FKGI. “Kita perlu bersama-sama menyuarakan kepentingan konservasi gajah Sumatera atau kita akan kehilangan satwa kunci ini selamanya,” beliau menambahkan.

Menteri Zulkifli Hasan mendukung rencana FKGI bersama Dirjen PHKA untuk menyusun Rencana Pemulihan Spesies (Species Recovery Plan) mendampingi dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Gajah Sumatera dan Kalimantan yang pernah diluncurkan oleh presiden SBY 2007 silam.

Sebuah usulan kerja sama antara Kementerian Kehutanan dan Kementerian keuangan sedang dijajaki untuk menerbitkan uang logam baru bergambar gajah sebagai alat kampanye dan merekam momentum ditandainya status baru gajah yang kritis terancam punah.

“Kita perlu menyampaikan pesan ini kepada masyarakat luas dan program penyadartahuan harus menyentuh semua lapisan masyarakat,” Menhut menambahkan.

Zulkifli Hasan juga ingin memantau tindak lanjut berbagai kasus kematian/pembunuhan gajah akhir-akhir ini.

FKGI menyuarakan pentingnya intervensi kebijakan penggunaan lahan yang berkesesuaian dengan fakta keberadaan gajah di sekitar kawasan budidaya. Pilihan komoditi yang tepat dapat mencegah konflik yang tidak perlu dengan gajah liar sehingga tercipta interaksi yang lebih harmonis antara masyarakat dan gajah di masa depan.

“Selain isu kesesuaian pola pemanfaatan lahan, perlindungan habitat sangatlah penting. Apalagi Sumatera dihadapkan dengan kenyataan bahwa lebih dari 80 persen populasi gajah liar yang tersisa berada di luar Kawasan Konservasi, sehingga paradigma lama yang mengasumsikan bahwa gajah dapat dilestarikan dengan melindungi kawasan konservasi sudah sejak lama tidak lagi valid,” ujar Wahdi Azmi, ketua FKGI.

“Meskipun hal ini bukan fakta baru, namun implikasi pengelolaan konservasi gajah selama ini belum mencerminkan fakta penting ini. Pemerintah daerah, bagaimanapun sangat berperan penting dan harus mengadopsi pola pembangunan yang juga memperhatikan aspek konservasi termasuk keberadaan populasi gajah yang perlu dilestarikan,” Wahdi menambahkan. (beritasatu.com)