Lhokseumawe — Wali Kota Lhokseumawe Suadi Yahya meminta kelompok tani (KTNA) harus menyelaraskan program pengembangan pertanian di berbagai sektor.
Pengembangan lahan harus diimbangi dengan ketersediaan teknologi pertanian, kelembagaan petani nelayan yang berkualitas, pengembangan inovasi, penyuluhan pertanian dan dan jaminan akses permodalan.
Hal tersebut disampaikan Wali Kota Lhokseumawe Suadi Yahya dalam sambutan tertulisnya dibacakan Kepala Dinas Kelautan, Perikanan dan Kelautan Kota Lhokseumawe dr Rizal bin Sari pada acara pelantikan pengurus Kelompok Tani Andalan (KTNA) Blang Mangat, Muara dua dan Banda Sakti di Gampong Paloh Bate, Kamis (13/09).
Diakui, wilayah pertanian di pemko menjanjikan untuk pengembangan, khususnya potensi dalam bidang pertanian, peternakan dan perikanan.
Terkait hal itu pengembangan pertanian berkelanjutan harus ditetapkan menjadi lahan dilindungi dan dikembangkan secara konsisten, guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian petani, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.
Pemerintah siap membantu KTNA berperan dalam menyalurkan aspirasi masyarakat petani dan nelayan kepada lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif serta pihak lainnya untuk kemajuan di bidang pertanian, perikanan dan kelautan.
Sementara itu, Ketua KTNA Kota Lhokseumawe Z Rusli MS memaparkan sektor pengembangan pertanian di Kota Lhokseumawe selalu dihadapi dengan persoalan teknologi pertanian, pencemaran lingkungan, sistem pengairan yang belum didukung infrastruktur dan akses permodalan.
KTNA mendata sejak berdiri ditahun 2007 sedikitnya menemukan 3 permasalahan yang sampai saat terus menerus dihadapi petani, peternak dan nelayan.
Pertama, kerusakan lahan petani akibat pemasangan gorong-gorong Pertamina, dampak dari pembangunan jalan line Pipa LNG. Sehingga lahan 400 hektar di desa Meuriya Paloh dan Gampong Mane kareung tidak dapat mengolah lahan persawahannya.
Sementara lahan persawahan di gampong Mane Kareung menjadi dangkal. Kedua, belum mampunya bersaing peternak unggas tradisionil dengan pemodal besar salah satunya PT Charoen Pokhand Indonesia, dalam persaingan harga. Ketiga, petani nelayan tambak setiap tahunnya mengalami kerugian dalam budidaya udang windu setiap tahunnya, akibat merebaknya virus udang. Namun para petambak terpaksa mengalihkan budidaya ikan bandeng. (Harian Andalas)
Belum ada komentar