SEUMANOE Pucok (siraman atau mandi kembang) untuk calon pasangan calon pengantin wanita dan laki-laki di provinsi Aceh nyaris punah akibat minimnya pengetahuan warga tentang adat dan budaya perkawinan itu.
“Banyak masyarakat kita yang tidak melaksanakan lagi adat seumano pucok sehingga adat dan budaya ini hampir punah, ini akibat kurangnya pengetahuan tentang adat dan budaya seumano pucok,” kata tokoh adat Aceh Jauhari (49) di Banda Aceh, Rabu.
Seumanoe pucok merupakan salah satu prosesi adat perkawinan di kabupaten Aceh Besar yang harus dilaksanakan calon pasangan pengatin sebelum akad nikah.
“Saat ini tidak banyak keluarga yang melaksanakan prosesi adat siraman yang biasanya dilaksanakan satu hari sebelum akad nikah padahal ini merupayah adat istiadat warisan leluhur,” katanya.
Menurutnya, seumanoe pucok selain bertanda akan melepas masa lajang, siraman yang dilakukan pemuka adat, kedua orang tua atau wali dan family dekat juga bertujuan untuk membersihkan diri.
Jauhari mengatakan air yang digunakan untuk siraman itu juga dicampur dengan berbagai jenis dedaunan dan bunga seperti daun manek mano, jeruk purut dan beberapa jenis ilalang.
Dedaunan dan kembang itu dicampur dalam sebuah ember dan secara bergantian para tokoh adat, orang tua serta sanak famili menyirami calon pengantin wanita.
Setelah acara siraman kemudian dilanjutkan dengan tepung tawar (peusijuek) yang dilakukan juga oleh tokoh adat, kedua orang tua serta sanak family dari calon pengantin wanita tersebut.
Terakhir calon pengantin didampingi tokoh adat dan orang tua berziarah ke kuburun leluhur untuk memohon restu atas perkawinan yang akan dilaksanakan.
Selain Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Selatan merupakan salah satu daerah yang memiliki adat seumano pucok di provinsi paling ujung barat pulau Sumatera. (ant/tempo)
[slideshow]
Belum ada komentar