Seputaraceh

Pengantar Bahasa Inggris di Sekolah Langgar Konstitusi

Pengantar Bahasa Inggris di Sekolah Langgar Konstitusi
Pengantar Bahasa Inggris di Sekolah Langgar Konstitusi

Jakarta – Demam Bahasa Inggris dalam kegiatan belajar mengajar terus menjalar di berbagai sekolah. Bahkan sekolah negeri pun membakukan bahasa pengantar ini dalam program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Padahal, menurut pakar bahasa, pembakuan ini melanggar konstitusi.

“Penggunaan bahasa Inggris dalam proses belajar – mengajar di RSBI bertentangan dengan amanat konstitusi yang disebutkan dalam pasal 36 UUD 1945, dan pasal 29 ayat (1), (2), dan (3) UU No 24/2009,” kata pakar bahasa Abdul Chaer saat menyampaikan keterangannya sebagai ahli di ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK), di Jakarta, Selasa (24/4).

Menurut ahli psikolinguistik ini, penggunaan bahasa asing di Indonesia diatur dalam pasal 29 ayat 2, UU No 24/2009 tentang UU No 24/2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Dalam pasal tersebut menyebutkan bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam satuan pendidikan untuk tujuan yang mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik.

Sehingga guru atau dosen Bahasa Inggris dapat menggunakan Bahasa Inggris dengan tujuan agar peserta didiknya memperoleh kompetensi Bahasa Inggris dan bahasa selain bahasa Indonesia. Sementara pada pasal 29 ayat 3 disebutkan bahasa asing digunakan dalam pengantar sekolah asing yang mendidik warga negara asing.

“Jelas bahwa penggunaan bahasa Inggris di RSBI yang siswanya adalah anak-anak Indonesia dan untuk memberikan ilmu adalah bertentangan dengan amanat konstitusi yang disebut pada UU No 24/2009,” ungkap Abdul.

Seperti diketahui, para orang tua murid dan aktivis pendidikan menguji Pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas yang mengaku tak bisa mengakses satuan pendidikan RSBI/SBI ini lantaran mahal. Mereka adalah Andi Akbar Fitriyadi, Nadia Masykuria, Milang Tauhida (orang tua murid), Juwono, Lodewijk F Paat, Bambang Wisudo, Febri Antoni Arif (aktivis pendidikan).

Mereka menilai pasal yang mengatur penyelenggaraan satuan pendidikan bertaraf internasional itu diskriminatif. Keberadaan pasal itu menimbulkan praktek perlakuan yang berbeda antara sekolah umum dan RSBI/SBI. Misalnya, dalam sekolah umum fasilitasnya minim dan guru-gurunya kurang memenuhi kualifikasi. Sementara di sekolah RSBI fasilitas lengkap dan guru-gurunya berkualitas. RSBI juga menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar. (zis/Harian Pelita)

Belum ada komentar

Berita Terkait