PAKAR kuliner Indonesia William Wongso mengharapkan Indonesia bisa kembali memperjuangkan kuliner nusantara di negeri sendiri lewat memasak di dapur rumah, sebagaimana Korea mengapresiasi kuliner tradisionalnya. Hal tersebut disampaikannya disaat peluncurukan Gerakan Dayakan Indonesia, di Jakarta, Rabu (19/6).
“Kita harus kembali ke dasar, mengajak orang untuk kembali berminat masak di rumah. Masakan rumah juga lebih sehat, karena tidak mungkin bisa makan sehat kalau tidak belanja sendiri dan masak sendiri,” jelas.
William juga menyayangkan di Indonesia belum memiliki chef profesional yang fokus mengolah masakan tradisional. Ditambah lagi kurangnya apresiasi pemerintah dan masyarakat kepada koki yang telah berhasil membawa makanan nusantara ke ranah internasional, seperti koki yang membawakan menu rendang dan mendapat gelar makanan terenak di dunia.
“Bayangkan saja para koki di Korea bergelar profesor atau Ph.D. Mereka benar-benar diberi wadah untuk memperkenalkan dan memperkaya tradisi kuliner lokal,” tambahnya.
Lebih lanjut lagi, William menganggap masyarakat Indonesia masih tidak mengerti makna kuliner itu. Banyak dari mahasiswa pariwisata, jurusan tata boga pada khususnya, memiliki harapan bekerja di hotel atau restoran luar negeri, jadi banyak dari mereka yang memulai mengasah keahlian memasaknya pada makanan western atau internasional.
“Padahal jenis makanan apapun bila kita menguasai dengan baik maka bisa dikembangkan menjadi menu yang universal. Masakan Indonesia bisa menjadi landasan untuk berkreasi lebih luas lagi,” tandas penggagas Aku Cinta Masakan Indonesia ini.
Masak di Rumah
Langkah nyata mengangkat citra masakan Indonesia harus dimulai dari rumah. Ibu rumah tangga juga bisa menggali peluang dari masakan rumahan ini dengan memanfaatkan sosial media. Memberikan layanan pesan antar misalnya.
“Selama masakan bagus, konsisten, bersih, marketing masakan Indonesia gampang,” kata William.
Dengan membangun kebiasaan masak makanan Indonesia di rumah, mitos mengenai mengolah masakan Indonesia sulit dan rumit juga bisa terbantahkan. Dengan demikian tradisi pun tetap terpelihara.
Harapannya, ke depan akan muncul chef profesional yang memiliki spesialisasi di masakan Indonesia. “Akan ada chef profesional spesialisasi di masakan Batak, Aceh dan lainnya,” harap William.
Harapan ini menjawab kondisi saat ini di mana profesional yang terjun mengembangkan masakan Indonesia, masih sedikit jumlahnya. Kebanyakan chef profesional dari Indonesia sebatas tahu masakan Indonesia tapi tidak menguasainya saat diminta memasak untuk kebutuhan kalangan elite. Alhasil, para profesional ini justru menjadi tukang saat menyajikan masakan Indonesia.
Kebanggaan akan masakan Indonesia juga bisa terbentuk dari penamaan makanan Indonesia. Kita tak perlu lagi malu menyebutkan tumpeng misalnya, tanpa harus mencari sinonim dari nama makanan khas ini saat mengenalkannya ke pecinta kuliner dunia. Penggunaan Bahasa Indonesia dalam penyebutan menu masakan Indonesia, menjadi satu lagi bukti kebanggaan atas kuliner Indonesia.
“Tak perlu menggunakan bahasa lain agar dimengerti oleh orang asing saat menyebutkan makanan Indonesia. Saat memesan makanan di restoran Jepang, anak kecil pun akan bilang minta sashimi atau sushi, bukan raw fish, kan?” ungkap William.
Dengan kebiasaan memasak masakan Indonesia di rumah, harapannya kuliner Indonesia bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri, dan mendapatkan apresiasi lebih tinggi lagi di luar negeri. (kompas.com/beritasatu.com)
Belum ada komentar