ANGKAT potensi museum dan isu terkini, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh gelar kegiatan Seminar Budaya Aceh, yang berlangsung selama dua hari, 21-22 Februari 2022 di Hotel Grand Aceh, Banda Aceh.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh yang diwakili oleh Kepala Bidang Sejarah dan Nilai Budaya Evi Mayasari, menjelaskan, gelaran seminar budaya tersebut merupakan perwujudan peningkatan kapasitas sumber daya kebudayaan dan permuseuman di Aceh.

Seminar yang mengusung tema “Museum Update, Explore Perspektif Museum Terkini” diangkat mengingat, museum mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya perlindungan dan penyelamatan hasil-hasil budaya materil masa lalu di masing-masing daerah.

“Sangat diperlukan pembinaan yang mendalam ditengah semangat Kabupaten/Kota dalam membangun museum” ujar Evi Mayasari dalam sambutannya.

Dalam seminar tersebut juga turut menghadirkan narasumber terkemuka dibidangnya, yakni kurator Museum Nasional, Nusi Lisabilla Estudiantin serta Museum Consultant, Ajeng Ayu Airini.

Kegiatan yang melibatkan partisipasi dari setiap Kabupaten/Kota di Aceh ini juga mengundang pengelola-pengelola museum di wilayah Aceh, baik itu museum yang dikelola oleh pemerintah maupun pihak swasta sebagai peserta kegiatan.

“Event ini ditujukan sebagai wadah bagi segenap pengelola museum di Kabupaten/Kota untuk mendapatkan berbagai informasi seputaran pengelolaan museum dengan metode kekinian dan beradaptasi dengan tren yang berkembang dalam kehidupan masyarakat,” sebut Evi.

Turun Lapangan

Pada hari kedua, kegiatan Seminar Budaya Aceh mengambil tempat di Kerkhoff Petjuet serta Museum Tsunami Aceh tersebut juga mendapat tugas untuk menulis label museum tentang makam yang ada di Kerkhoff Petjuet yang nantinya dipresentasikan di Museum Tsunami Aceh.

Sesi awal hari kedua pelatihan dibimbing langsung oleh Ajeng Ayu Airini, seorang konsultan museum yang telah menerbitkan beberapa buku tentang permuseuman.

“Bayangkan Anda kembali ke tahun 1936, Anda Korps Marechaussee te Voet. Komandan Anda, Mayor Adolphus Doup, bercita-cita ingin membuat museum militer di Koetaradja. Mayor tersebut menugaskan Anda untuk memilih satu makam di Kerkhoff Petjuet dan menuliskan label museum tentang makam tersebut,” kata Ajeng.

Anda bebas memilih makam apa saja, sambung Ajeng, namun label yang dituliskan harus menggunakan bahasa Indonesia dan dimengerti oleh anak Aceh.

“Andapun boleh melakukan riset mandiri di internet terkait makam yang Anda tulis,” jelas Ajeng lebih lanjut.

Peserta juga dapat pembekalan materi dari Nusi Lisabilla Estudiantin, pamong budaya ahli madia serta kurator dari Museum Nasional Indonesia juga menjelaskan bagaimana cara membuat museum menarik bagi para pengunjung, menjadikan museum sebagai destinasi utama untuk dikunjungi.

Pada tempat yang sama, pemateri yang berbeda, Hafnidar menuturkan bahwa museum di daerah harus berani mengeluarkan identitas yang mengangkat suatu yang khas yang ada didaerah setempat.

“Sebagai contoh terasi langsa dan kecap langsa bisa dijadikan koleksi dibuat pameran di Museum Langsa,” pungkas Hafnidar, sebagai salah satu konsultas museum Indonesia.