Jakarta — Berbagai karya dan penemuan mahasiswa sering kali terbengkalai pada proses pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Selain kekurangan informasi mengenai mekanisme pendaftaran, faktor lain yang turut mempengaruhi adalah ketakutan akan biaya yang harus dikeluarkan untuk mengurus hal tersebut.

Direktur Kerjasama dan Promosi Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (DJHKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Timbul Sinaga menyampaikan, mahasiswa dan kalangan akademisi tidak perlu khawatir masalah biaya dalam mendaftarkan HKI atas penemuan mereka. Sebab, DJHKI akan menanggung biaya tersebut.

“Pemerintah menyediakan dana sekira Rp400 juta bagi kalangan perguruan tinggi, Usaha Kecil dan Menengah (UKM), serta warga binaan, yakni anggota Lembaga Kemasyarakatan (Lapas). Bentuknya insentif, bukan gratis. Meskipun pada pelaksanaannya gratis,” ujar Timbul kepada Okezone selepas diskusi Intellectual Property (IP) for the Betterment Indonesia di Hotel Grand Hyatt, Jakarta Pusat, Rabu (7/11) malam.

Untuk mekanisme pendaftaran, para mahasiswa dapat mengaksesnya pada laman DJHKI. Namun, menurut Timbul, sosialiasi terhadap pentingnya pendaftaran HKI pun harus dimulai pada jenjang yang lebih rendah, yakni SMA.

“Kalau tingkat perguruan tinggi mungkin sudah tidak asing dengan mekanisme ini karena sosialisasinya sudah cukup lama. Kami rutin melakukan sosialisasi setiap tahun ke dan SMA. Namun, karena keterbatasan anggaran, tidak semua perguruan tinggi maupun sekolah kami kunjungi. Tahun ini, kami mengunjungi sebuah SMA di Palembang untuk sosialisasi mengenai HKI,” paparnya.

Timbul menilai, saat ini jumlah inovator muda sudah banyak bermunculan. Oleh karena itu, harus terus didorong agar jumlah tersebut semakin banyak dan terus berkembang. “Walaupun sudah ada jiwa kreatif dan inovatif di kalangan mahasiswa, jumlahnya masih kurang. Maka, perlu terus kita dorong agar mereka terus terpacu untuk berinovasi,” katanya..

Dia menambahkan, mahasiswa dapat memanfaatkan penelitian atau inovasi sambil menyosialisasikan HKI. Apalagi, saat ini data-data dan informasi mengenai HKI sudah mudah untuk diakses dan diolah.

“Misalnya mereka melakukan penelitian berbasis HKI. Informasi HKI atau paten dimanfaatkan 50 juta dokumen di dunia dan 20 persennya sudah publik domain. Sehingga bisa digunakan sebagai acuan dalam meneliti hal baru maupun mengembangkan penelitian yang sudah ada pada bidang tersebut. Nilai ekonomis dan daya saing lebih tinggi,” imbuhnya. (okezone.com)