Science Film Festival AcehKABAR gembira datang lagi, Goethe-Institut bekerja sama dengan Komunitas Tikar Pandan melaksanakan program Science Film Festival (SFF) di Aceh mengangkat tema “Teknologi Masa Depan”, yang sudah dimulai sejak 13 hingga 28 November 2014 lalu.

SFF adalah salah satu acara Goethe-Institut yang paling besar, terpanjang, dan paling populer. Festival ini pertama kali diselenggarakan di Thailand pada tahun 2005 dan kemudian dikembangkan di negara-negara yang lain di Asia Tenggara, Afrika Utara, dan Timur Tengah. Tahun 2014 ini adalah SFF edisi kelima yang diselenggarakan di Indonesia, sementara di SFF diselenggarakan 14 sampai 16 November 2014.

Anies Baswedan, Menteri Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah, pada pembukaan Science Film Festival di Jakarta, menyatakan, “Menguasai ‘Teknologi Masa Depan‘ adalah sebuah keniscayaan, dan dengan berpegang teguh pada prinsip integritas dan kemanusiaan maka teknologi itu akan membawa dan menjaga terwujudnya peradaban luhur.”

Katrin Sohns, Direktur Program Goethe-Institut Indonesien, mengatakan bahwa belajar tentang “Teknologi Masa Depan” ini sangat penting.

“Belajar tentang penemuan-penemuan baru dan apa yang bisa kita harapkan di tahun-tahun mendatang itu sangat menarik: Seberapa jauh teknologi akan maju dalam 20, 30, bahkan 50 tahun dari sekarang? Bagaimana kemajuan ini akan memengaruhi kehidupan kita? Teknologi ini mungkin bisa membantu untuk membuat hidup kita lebih mudah, bagaimana mendapatkan pemahaman yang lebih besar terhadap planet kita, dan mudah-mudahan ‘Teknologi Masa Depan” ini akan mengatasi tantangan yang akan kita hadapi di planet kita,” katanya.

Program Science Film Festival (SFF) ingin mendobrak anggapan buruk yang selama ini menganggap sains sebagai sesuatu yang terlalu rumit oleh anak-anak sekolah, membosankan, dan sulit dimengerti. SFF adalah bukti bahwa sains/ilmu pengetahuan adalah informatif, mendidik tetapi juga menyenangkan. Sasaran utama festival ini adalah anak-anak yang berusia 9 sampai 14 tahun. SFF 2014 berfokus pada tema “Teknologi Masa Depan“ dan mencoba mencari jawaban atas banyak pertanyaan yang menarik seputar Ilmu pengetahuan.

Sementara itu Yulfan, Deputi Direktur Komunitas Tikar Pandan, mengatakan bahwa festival ini merayakan pendidikan sains dan menyajikan isu-isu ilmiah dalam cara yang menarik.

“Festival ini lebih dari sekedar pemutaran film-film. SFF adalah festival yang sangat menarik. Setiap pemutaran, akan ada eksperimen ilmiah yang berhubungan dengan film yang diputar, yang dirancang untuk memberikan pengalaman yang menyenangkan, dan anak-anak yang menonton bisa berpartisipasi dalam eksperimen ilmiah ini,” ujarnya.

Pembukaan SFF di Aceh dilaksanakan pada hari Jumat (14/11) di SMAN 10 Fajar Harapan. Pembukaan dilakukan oleh Kepala Dinas Pendidikan Aceh yang diwakili oleh Kepala Balai Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan (Tekkomdik) Dinas Pendidikan Aceh, Drs. Zulkarnaini. Dalam sambutannya, Drs. Zulkarnaini mengatakan bahwa Dinas Pendidikan Aceh serta Balai Tekkomdik Aceh sangat mendukung sekali program Science Film Festival (SFF) ini dan berharap pada tahun mendatang, program pendidikan sains melalui medium film dan eksperimen ini dapat diperluas hingga ke seluruh Aceh.

Festival ini juga merupakan sebuah dasar untuk pertukaran antarbudaya dimana berbagai media yang berbeda dari dunia sains menjadi satu. Melalui film dan format televisi, festival menunjukkan bagaimana inovasi ilmiah memiliki dampak yang besar pada kehidupan kita sehari-hari. Di Indonesia, 15 film dari Asia, Eropa, Amerika Utara, dan Selatan akan diputar selama festival, yang akan berjalan secara berkesinambungan di 37 kota di seluruh nusantara.

Di Aceh, konsep pemutaran adalah pemutaran bergerak. “Total ada delapan sekolah tempat pemutaran SFF ini, yaitu di SMAN 10 Fajar Harapan, SMP Islam Cendikia El Hakim, SMA Lab School, SMA IT Al Fityan, Panti Asuhan SOS, Pesantren Oemar Diyan, Ruhul Islam Anak Bangsa, dan di Pesantren Modern Al Falah Abu Lam U,” tambah Yulfan. (rel/af)