Blangkejeren – Polisi Gayo Lues menggelar reka ulang pembunuhan Sami, 50, warga Akang Siwah, Kecamatan Blangpegayon dengan tersangka Samsul Bahri alias Acul, 18, Selasa (20/7/2010). Korban dihabisi beberapa waktu lalu karena permasalahan air sawah.

Dalam reka ulang itu terungkap, Samsul yang juga kemenakan korban, sebelum membunuh Bibi kandungnya itu sempat mengintip Sami mengeringkan air sawah miliknya.

“Saya melihat dia sedang mengeringkan air sawah saya, sehingga saya mengintip dan terus menghampirinya,” kata tersangka Samsul, yang saat itu juga membawa parang.

Kemudian, tersangka menghampiri dan berkata kepada korban, “Jangan dikeringkan air sawahnya.” Namun sang Bibi menjawab bahwa sawahnya lebih penting ketimbang sawah tersangka.

“Saya emosi mendengarnya dan mengayunkan parang, membacok leher kirinya. Lalu dia (korban-red) berusaha lari,” ungkap Samsul. Namun, tersangka kembali membacoknya karena korban berteriak. Tak hanya di situ, tersangka juga memenggal leher korban hingga putus.

Setelah leher putus, tersangka membuang kepala korban dengan tangan kirinya ke semak-semak, sekitar tujuh meter dari tubuh Bibi-nya tersebut.

Lalu, tersangka pulang. Namun, dalam perjalanan tersangka bersua dengan Itong, anak korban. “Kau apa kan ibuku?” Tanya Itong yang sempat mendengar teriakan ibunya sebelum meninggal. Tersangka tidak menggubrisnya dan bergegas meninggalkan sepupunya tersebut.

Setibanya di rumah, tersangka mengaku kepada Mat Seli, ayahnya sudah membunuh orang. Tersangka juga uang kepada ibunya dan langsung lari menuju Gampong Blangbengkik guna menyerahkan diri ke Polsek Blangkejeren.

Bunuh Pasutri

Selain itu, polisi Gayo Lues juga mereka ulang pembunuhan pasangan suami istri (pasutri) pencari barang antik. Pasutri itu ditemukan tewas mengenaskan di Blangsere, Kecamatan Kota Panjang dan Gampong Tukik, Kecamatan Dabun Gelang, Gayo Lues.

Dalam reka ulang itu, tersangka Aripin, 18, menghubungi korban Nasri Bruh, 46, yang juga sopir istri Wakil Bupati Bireuen, Rabu (30/6) pukul 23.00 WIB di tempat penginapannya di Wisma Bunda di Blangkejeren.

Lalu, tersangka mengajak Nasri menjemput barang antik di Gampong Tukik. Sebelumnya, Nasri menyuruh Aripin membawanya ke wisma, namun tersangka tetap mengajaknya dan akhirnya korban menuruti ajakan tersebut.

Sebelum Nasri diajak, Aripin sudah menyiapkan membawa parang dan seutas tali nilon. “Kami langsung berangkat ke Gampong Tukik dengan sepeda motor,” ungkap tersangka.

Sesampainya di desa itu, tersangka memarkirkan sepeda motornya dan mengajak Nasri ke semak-semak dengan alasan rumah pencari barang antik di sekitar kawasan tersebut.

Di tengah perjalanan, tersangka Aripin berhenti dan langsung duduk. Korban sempat bertanya mengapa harus berhenti. Tersangka pun menjawab, “Kenapa kau bohongi aku Bang. Kau bilang Bupati Bireuen bisa memasukan aku menjadi TNI.”

“Saya capek mencari barang antik untuk kau dan kau cuma kasih aku uang Rp100 ribu,” aku tersangka seraya memukul kepala Nasri. Korban sempat membalas, namun pukulan balasan tidak mengenai sasaran.

“Saya langsung menunjangnya. Setelah dia terkapar, saya langsung mengambil parang dan menghantam di bagian tangan kirinya,” kata tersangka Aripin.

Setelah itu, tersangka berulang kali membacokkan parangnya ke dada dan leher korban. Melihat sasarannya tidak bergerak, tersangka mengikatkan korban dan menyeretnya ke sebuah kubangan kerbau.

Sebelum dimasukkan ke kubangan, tersangka menggorok leher korban hingga putus. Usai menuntaskan aksinya, tersangka membenamkan badan dengan kepala secara terpisah.

Aksi tersangka tak hanya sampai di situ. Keesokan harinya, tersangka menjemput Mutia Parida, istri korban di Wisma Bunda. Ia berdalih suami korban berada di Blangsere. Sebelum ke Blangsere, tersangka sempat membawa istri korban keliling Blangkejeren.

Setibanya di Blangsere, Aripin menghentikan sepeda motornya dengan alasan hendak membuang air kecil. Padahal, tersangka mengambil parang dan tanpa sepengetahuan Mutia Parida, ia langsung membacoknya.

Mutia Parida sempat memberi perlawanan, sehingga menyebabkan jari tangan dan leher juga nyaris putus. “Karena saya takut ketahuan, maka saya juga membunuh dia,” kata Aripin.(*/ha/cas)