ISLAM adalah agama tanpa paksaan. Terlihat sekali bagaimana Rasulullah saw melarang umat dan sahabatnya menjalankan shalat dalam keadaan mengantuk. Tidurlah sekejap untuk menyegarkan badan kemudian baru berdiri melaksanakan shalat. Itupun jika memang waktu yang tersedia masih panjang. Karena kesehatan badaniah adalah hal yang amat penting. Demikian diterangkan dalam beberpa hadits rasululllah SAW.

“Jikalau kamu sedang mengantuk, dan ingin melaksanakan shalat, maka tidurlah dahulu sampai hilang kantuknya. Karena jika seseorang shalat dalam keadaan sangat mengantuk, (dikhawatirkan) ia tidak sadar jikalau ia meminta ampunan (istighfar) tetapi memaki-maki dirinya.” (HR Bukhari Muslim)

Jelaslah bahwa jika dalam keadaan mengantuk hindarilah shalat. Atau buatlah badan sehat dan bugar terlebih dahulu baru kemudian menjalankan shalat. Pada dasarnya Syariat Islam tidak pernah memaksa seseorang untuk menjalankan dalam keadaan yang berat. Seperti yang pernah Rasulullah larang terhadap Zainab.

Rasulullah masuk ke dalam masjid, ia mendapatkan sebuah tali tambang yang dibentangkan di antara dua tiang (layaknya tambang jemuran). Kemudian ia bertanya, “Apa ini?” Orang-orang menjawab, “Ini adalah tali tambangnya Zainab. Ketika dia shalat berlama-lama hingga kelelahan maka bersandarlah ia dengan tali tambang itu.” Kemudian Rasulullah berkata, “Lepaskanlah tambang ini, kalian harus shalat ketika tubuhmu kuat, jikalau sudah capek tidurlah.”

Bahkan demikian longgarnya Islam dalam memerintahkan sesuatu, Nabi SAW pernah menganjurkan sahabatnya untuk mengganti shalat malam di waktu siang. Karena keterbatasan tenaga ketika malam sehingga tidak memungkinkan mendirikan shalat. Bisa karena sangat kelelahan maupun terlelap dalam tidur.

Aisyah pernah berkata, “Ketika Rasulullah SAW tidak dapat menjalankan shalat malam karena sakit atau lainnya, maka shalatlah di siang hari dua belas rakaat. (HR Muslim) Hadis di atas juga menjadi dalil bolehnya mengqadha amal-amal sunnah yang tertinggal karena uzur tertentu. (harianterbit.com)