Jakarta, Seputar Aceh – Aktivis perempuan yang tergabung dalam Solidaritas Perempuan (SP) menilai pemerintah gagal melaksanakan jaminan Hak Asasi Manusia (HAM) secara afirmatif. Bahkan paska keruntuhan Orde Baru yang dikenal sebagai rezim penistaan HAM, Indonesia tidak juga melangkah ke arah lebih baik.

“Sampai saat ini, pemerintah Indonesia tidak menunjukan upaya signifikan dalam perlindungan dan penegakan HAM, bahkan turut menjadi pelaku dan melakukan pengabaian terhadap pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia,” kata Wardarina, koordinator program SP, dalam siaran pers hari HAM sedunia yang diterima Seputar Aceh, Kamis (10/12).

Menurutnya, ketidakadilan yang dialami perempuan akar rumput di Indonesia merupakan bukti ketidakmampuan pemerintah memberikan jaminan hak Perempuan. Sebaliknya, kebijakan-kebijakan dan orientasi politik pemerintah justru memperlihatkan keberpihakan terhadap sistem ekonomi dan politik yang eksploitatif dan tidak menyisakan akses keadilan bagi kelompok miskin dan marjinal, termasuk di dalamnya Perempuan.

“Misalnya saja, Kasus Lumpur Lapindo yang lebih tiga tahun belum ada titik terang dan usaha penyelesaian dari pemerintah. Lebih dari 35.000 perempuan korban Lapindo harus rela kehilangan tempat tinggal dan sumber-sumber kehidupan mereka,” kata Wardarina mencontohkan.

Ia juga menyebutkan bahwa rancangan Qanun Jinayat di Aceh yang memberlakukan hukum rajam sampai mati pada pelaku zina, kasus Aceh Barat, melalui peraturannya, melarang perempuan mengenakan celana jeans juga merupakan upaya penyeragaman di balik legalisasi peraturan yang mencederai prinsip pluralisme dan mengancam HAM.

Atas dasar itu kata Wardarina, SP menyampaikan beberapa tuntutan, di antaranya menuntut pemerintah untuk mengusut tuntas kasus-kasus konflik sumber daya alam yang berdampak terhadap kehidupan Perempuan.

“Cabut semua kebijakan-kebijakan di Indonesia yang berdampak buruk terhadap Perempuan, contohnya perda-perdes diskriminatif, kebijakan yang membuka peluang terhadap kerusakan lingkungan dan eskploitasi sumber daya alam,” kata Wardarina. [sa-qm]