Ilustrasi pejalan kaki melintasi salah satu toko (forbes.com)
Ilustrasi pejalan kaki melintasi salah satu toko (forbes.com)
Ilustrasi pejalan kaki melintasi salah satu toko (forbes.com)
Ilustrasi pejalan kaki melintasi salah satu toko (forbes.com)

HASIL survei perusahaan konsultasi manajemen risiko berbasis di London, Aon Plc, meluncurkan 10 negara paling berisiko untuk berbisnis.

Tak tanggung-tanggung, dari skala penilaian 1 sampai 6, negara-negara yang masuk dalam kategori paling berisiko memperoleh nilai paling rendah 6 yang berarti sangat berisiko bagi investor melakukan bisnis.

Aon Plc menjelaskan risiko dimaksud adalah para investor atau pebisnis bisa mengalami risiko pembunuhan, tewas dalam perang, atau tinggal dengan ancaman jika melakukan usaha di negara-negara tersebut.

Berikut negara-negara paling berisiko untuk berbisnis, seperti dilansir oleh di laman Forbes, Rabu (8/5):

1. Afganistan

Afganistan selama beberapa dekade diselimuti konflik kekerasan politik yang berada pada level tingkat tinggi dan risiko politik lainnya.

Pemerintah juga terkesan sangat lambat mengatasi masalah ini, seperti kerusuhan dan penundaan rantai suplai.
Tingkat korupsi di negara ini juga sangat tinggi, penuh legitimasi. Ditambah keterlibatan pemerintah yang cukup negatif. Membuka bisnis di Afganistan memang mudah, tapi risiko permainan politik dan sulitnya akses kredit membuat bisnis di sana sulit maju.

2. Chad

Chad, merupakan negara pengekspor minyak di Afrika Barat. Secara politik semakin berisiko seperti tingginya campur tangan pemerintah pada ekonomi negara dan rendahnya tingkat pendidikan.

Situasi politik di Afrika memang agak berubah di 2012, meskipun harga minyak masih tetap sangat mahal dan pemerintah negara ini harus membayar tunggakan-tunggakan negara. Tapi tetap saja infrastruktur yang dibutuhkan tidak memadai.

3. Republik Kongo

Risiko keamanan di Kongo sangat tinggi. Iklim bisnis di negara ini tak stabil dan tak ada perlindungan investor. Ancaman perang dan serangan politik dari pihak oposisi membuat negara ini berada pada kondisi yang tak stabil.

4. Haiti

Pemerintahan di Haiti sangat kacau. Tingkat korupsi yang sangat tinggi, kualitas regulasi yang lemah, dan rendahnya perlindungan kepemilikan properti membuat investasi di negara ini sangat berisiko. Kekerasan politik juga terjadi dimana-mana.

5. Iran

Politik berisiko tinggi dan lemahnya perekonomian Iran memfasilitasi korupsi dan mengundang campur tangan militer atas ekonomi.

Pemerintah dapat menggunakan sanksi yang bisa merendahkan peran para pebisnis swasta. Kekerasan politik, kekacauan rantai suplai dan campur tangan politis di Iran adalah yang tertinggi di antara negara-negara di Timur Tengah. Akuntabilitas dan hukumnya sangat lemah sehingga tingkat korupsi kian meningkat.

6. Irak

Kondisi politik Irak saat ini makin genting menyusul tekanan domestik dan regional. 10 tahun setelah invasi tentara Amerika, masih banyak kekerasan terjadi di negara ini.

Meskipun bisnis minyak di Irak cukup menggiurkan, pemerintah yang rapuh gagal menerapkan perubahan hukum yang dapat menarik investasi internasional dan memperbaiki infrastruktur negara.

7. Korea Utara

Korea Utara sudah seperti kandang perang. Rezim yang kelam terjadi sejak Kim Jong-un mampu berkonsiliasi setelah memimpin di 2010. Dia mengetatkan hukum negara dan menerapkan regulasi yang berisiko bagi para investor.

8. Somalia

Somalia adalah negara terburuk di Afrika Timur. Situasi politik dan ekonomi di negara ini karut marut dipicu tak adanya eksistensi investasi asing. Pengamanan negara sebenarnya sudah cukup meningkat, tapi ancaman serangan dan penculikan masih sangat tinggi. Setelah 2 dekade tanpa pemerintahan,otoritas terpilih masih belum berbuat banyak. Terlebih kewenangan tersebut di luar wewenang modal.

9. Sudan

Sudan, negara terbesar di Afrika tenggara ini, tengah menghadapi situasi politik labil, kesenjangan antar etnis, dan segunung masalah keuangan sejak Juli 2011. Sudan dan Sudan Selatan sedang berjuang meningkatkan produksi dan investasi minyak.

10. Suriah

Suriah adalah negara penuh konflik dan kekerasan yang tidak kondusif untuk pengembangan bisnis. Risiko keamanan dan politik membuat Suriah kian tersingkir.

Kerusuhan dan perang membuat situasi perekonomian Suriah turun drastis. Bantuan dari Iran dan Rusia sedang digunakan untuk menghindari krisis hutang. (liputan6.com)