Evaluasi dari gempa bumi Aceh yang terjadi pada hari Rabu, 11 April 2012, yang dibuka dengan gempa berkekuatan 8,9 SR, yang kemudian disusul dengan gempa 8,5 SR pada beberapa detik berikutnya, yang menyebabkan dikeluarkannya peringatan dini tsunami. Lalu, gempa-gempa susulannya yang tetap besar tensitasnya, menyebabkan peringatan dini tsunami berlangsung cukup lama.

Karena gempanya cukup besar, hampir sebesar gempa Aceh tahun 2004 yang diikuti mega tsunami, maka masyarakat sontak bereaksi melakukan evakuasi diri, terlebih setelah disampaikan peringatan dini tsunami melalui masjid-masjid, gereja, mobil-mobil, dan lain-lain media. Harus diakui, trauma pada bencana mega tsunami tahun 2004 telah membuat mereka sangat ketakutan dan panik.

Hanya saja, sayangnya, mereka tidak melakukan evakuasi sesuai arahan yang pernah diberikan oleh tim-tim penyuluh BNPB, bahwa pada saat evakuasi sebaiknya tidak membawa serta kendaraan. Sebab, hal tersebut akan menyebabkan terjadinya kemacetan di jalur evakuasi. Dan hal tersebut benar terjadi. Jalur evakuasi macet total.

Ilustrasi Dok. BNPBUntung saja tsunaminya hanya kecil, hanya sekitar satu meter. Karena gempanya memang cuma gempa yang bersumber dari sesar geser, bukan sesar naik (megathrust). Namun hendaknya, kejadian gempa kemarin dijadikan pelajaran, bahwa itu adalah simulasi evakuasi nyata –yang rasanya layak kita sebut sebagai kebaikan dari Tuhan– supaya kita belajar memahami bahwa nyawa lebih penting dari harta benda. Dan hasilnya adalah, mereka gagal. Karena mereka mengabaikan keselamatan jiwa demi ingin menyelamatkan harta. Kalau saja tsunami yang terjadi pada kejadian gempa Aceh 11 April 2012 lalu itu setara dengan mega tsunami tahun 2004, maka bisa dipastikan bahwa korbannya akan juga besar, walaupun mungkin tak sebanyak pada peristiwa mega tsunami 2004. Karena mereka akan disapu tsunami bersama kendaraan mereka yang terjebak macet itu.

Lain kali bukan latihan

Faktanya yang harus kita terima adalah, negeri kita, Republik Indonesia ini, sekarang berada di dalam ancaman berbagai bencana alam. Daratan dan lautan sudah tidak lagi ‘bersahabat’ dengan kita. Dan kita, siap atau tidak siap, harus siap menghadapinya. Oleh karena itu, sikap kesiap-siagaan di setiap waktu adalah salah satu kunci keselamatan kita. Di darat, kecuali bencana letusan gunung berapi, rasanya kita punya andil dalam setiap bencana yang terjadi.

Penggundulan hutan, terutama di lereng-lereng bukit atau gunung, akan menyebabkan terjadinya longsor, banjir bandang atau pun banjir biasa. Suka membuang sampah di sembarang tempat, terutama di selokan dan sungai, sehingga menyebabkan terjadinya banjir, adalah juga hasil ulah kita. Demikian juga dengan pembangunan pemukiman dan gedung-gedung di daerah resapan air, akan menyebabkan banjir –karena berkurangnya kemampuan bumi dalam menyerap curahan air hujan.

Dari lautan, setelah dikejutkan dengan gempa Aceh yang disusul dengan terjadinya mega tsunami, kini kita sadar bahwa ancaman dari wilayah perairan ternyata besar juga. Dan horornya, setelah kejadian gempa Aceh dan mega tsunami itu, berbagai bencana yang disebabkan oleh gempa terus bermunculan dan meluluh-lantakkan banyak kawasan di nusantara. Mentawai, Jogja, Padang, Pangandaran dan lain-lain. Sebagian hanya gempa yang menghancurkan, dan sebagian lainnya diikuti oleh tsunami.

Pada gempa Aceh 11 April silam, dimana tsunaminya ternyata tidak besar, atau pada bencana lain dimana kita berhasil lolos dari maut, barangkali itu adalah latihan penyelamatan diri dari Tuhan, agar lain kali kita lebih waspada, siap-siaga, dan melakukan penyelamatan diri dengan cara yang benar, yaitu hanya menyelamatkan diri. Lupakan harta benda yang hanya akan menghambat upaya penyelamatan diri itu. Prinsipnya, harta benda akan bisa diusahakan lagi, tapi nyawa tidak ada gantinya. Jadi, utamakan jiwa kita.

Peringatannya, kalau yang lalu adalah latihan –dari BPBD atau BNPB maupun Tuhan, lain kali adalah ujian yang sebenarnya. Dan kalau kita gagal, maka berarti mautlah yang kita dapat.

Ancaman megathrust buat Padang

Ada ancaman besar buat wilayah Sumatera Barat, khususnya Kota Padang. Karena gempa Aceh kemarin diprediksi akan mempengaruhi sistem keseimbangan subduksi di Mentawai, yang akibat buruknya akan menimbulkan gempa megathrust berkekuatan 8,9 SR. Dan kalau hal ini terjadi, maka Kota Padang akan disapu tsunami seperti yang menimpa Aceh pada tahun 2004.

Ini bukan ancaman untuk menakut-nakuti, melainkan kenyataan yang harus siap dihadapi. Karena, kecuali Tuhan berkehendak lain, hal ini pasti terjadi. Dan tidak ada yang bisa memastikan kapan akan terjadinya. Barangkali sekarang sedang terjadi, atau sebentar lagi, atau besok, minggu depan, bulan depan, tahun depan, pokoknya entah kapan. Namun yang pasti, secara ilmiah, kejadian bencana ini akan terjadi.

Jadi, kalau Anda memiliki sanak famili atau kerabat maupun teman di Kota Padang, sampaikan pesan ini kepada mereka. Agar mereka waspada, siap-siaga, dan belajar untuk menyelamatkan diri. Dianjurkan kepada masyarakat yang tinggal di wilayah dekat pantai, atau sejajar dengan pantai, untuk mencari tahu tempat-tempat yang memungkinkan buat menyelamatkan diri, baik ke gedung yang kokoh yang memiliki ketinggian lebih dari 10 meter, ataupun ke shelter/menara tsunami yang memang sengaja dibangun pemerintah untuk tempat menyelamatkan diri saat tsunami. Atau, kalau masyarakat ingin membangun secara swadaya shelter evakuasi tsunami, itu lebih baik.

Kejadian di Jepang seperti dalam video ini mudah-mudahan tak terjadi di negeri kita…..tapi mungkin saja bisa terjadi. Semoga Tuhan melindungi kita semua dari segala bencana yang bisa menimpa. (Thamrin Mahesarani/TNOL)

[youtube NW7vENdDu1o 600]