Banda Aceh — Kalau berkunjung ke Provinsi Aceh, sempatkanlah ke Sigli, Kabupaten Pidie. Hanya sekitar dua jam dari pusat kota Banda Aceh.

Di tanah kelahiran Tokoh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Hasan Tiro ini Anda wajib mencicipi belacan. Makanan khas daerah Pidie ini dapat dengan mudah ditemukan di setiap rumah makan yang berjejer di pinggiran kota Sigli.

“Belacan memang bisa ditemui di setiap daerah di aceh. Tapi aslinya (makanan) ini berasal dari Pidie,” ujar Saifullah, warga Banda Aceh, kepada Republika, Kamis (22/11) lalu.

Bagi mereka yang tidak menyukai sambal terasi tentunya akan berpikir makanan Pidie ini terbuat dari terasi. Buang jauh-jauh pikiran tersebut, sebab belacan dari Pidie ini sama sekali tidak menggunakan terasi sebagai bahan bakunya.

Belacan Pidie menggunakan ikan teri atau udang yang dihaluskan dan dicampur dengan parutan kelapa, cabai, dan kunyit.

Seperti halnya pepes, belacan Pidie menggunakan daun pisang sebagai pembungkus adonan ikan teri atau udang halus dan kelapa parut. Setelah dikukus, pepes belacan ini kemudian dibakar.

Tak hanya belacan, wisata kuliner Aceh juga menyajikan timphan. Seperti belacan, timphan juga dibungkus dengan daun pisang.

Namun yang membedakan, rasa timphan manis. Timphan Aceh ini serupa dengan penganan khas Jawa, lepet. Terbuat dari tepung ketan, bagian tengahnya diisi dengan kelapa parut yang sudah dicampur denga gula aren atau gula merah.

Yang cukup mengejutkan saat Republika singgah di sebuah rumah makan di Sigli adalah keberadaan telur penyu yang disajikan bersama dengan aneka lauk pauk khas Aceh. Telur penyu dan tukik (bayi penyu) merupakan komoditas yang dilarang untuk diperjualbelikan secara bebas. Hal ini tidak terlepas dari keberadaan binatang penyu yang hampir punah.

Telur penyu disajikan dalam bentuk setengah matang. Bagian telur yang berwarna kuning terlihat matang, sementara bagian yang berwarna putih tampak masih setengah matang. “Rasanya seperti telur asin,” kata seorang teman. (republika.co.id)