Diskon lebaran Idul Fitri (Foto Prasetyo Utomo/Antara)POLA konsumsi masyarakat perdesaan dan perkotaan dinilai hampir sama seiring meningkatnya arus urbanisasi. Yang membedakan adalah hanya pada jumlah konsumsinya.

Hal ini merupakan hasil survey Kadence Indonesia yang dilaksanakan pada Juli hingga Oktober 2013 dengan melibatkan 3.000 responden. Survey dilakukan di daerah perkotaan (urban) di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), Surabaya, Medan, Balikpapan, Makassar dan daerah pedesaan (rural) di wilayah Sumatera Utara, Jawa Tengah, dan Kalimantan Barat.

Deputy Managing Director Kadence International – Indonesia Rajiv Lamba menjelaskan jumlah konsumsi masyarakat perdesaan lebih sedikit dibandingkan masyarakat perdesaan. Masyarakat perkotaan memiliki total pengeluaran rata-rata sebesar 4,4 juta/bulan, sementara rata-rata pengeluaran masyarakat pedesaan sebesar Rp3,7 juta/bulan.

“Dengan semakin meningkatnya urbanisasi, pola konsumsi masyarakat pedesaan semakin serupa dengan masyarakat perkotaan, namun dalam jumlah yang lebih sedikit. Kami juga melihat bahwa kaum rural lebih bahagia dan optimis dengan masa depan mereka,” ujar Rajiv di Jakarta, Rabu (20/11).

Lebih lanjut Rajiv menjelaskan hasil survey Kadence menunjukkan bahwa masyarakat akan membelanjakan 24 persen dari total pendapatannya untuk membeli makanan dan minuman, 19 persen untuk sewa rumah, pembayaran listrik dan air, 17 persen untuk hiburan dan pakaian. 8 persen untuk peralatan rumah tangga, furniture, dan alat elektronik, 7 persen untuk produk perawatan badan dan obat-obatan, 6 persen untuk membayar cicilan dan asuransi, 6 persen untuk transportasi, 5 persen untuk tunjangan orang tua, 5 persen untuk perawatan rumah dan servis kendaraan, dan 3 persen untuk sumbangan/sedekah.

Sementara itu Kadence juga menyatakan lebih dari seperempat masyarakat Indonesia masuk dalam kategori broke atau kelompok dengan total pengeluaran lebih besar dari pendapatannya.

Hasil ini didapat dari survey yang membagi masyarakat Indonesia berdasarkan pola menabungnya dalam empat segmen yaitu:

  • Deep Pockets (21 persen), kelompok yang menabung lebih dari Rp 2 juta per bulan dari penghasilannya.
  • Pragmatic (17 persen), kelompok yang menabung sebesar Rp 1 juta hingga 2 juta per bulan dari penghasilannya.
  • On Edge (33 persen), kelompok yang menabung sebesar Rp 0 hingga 1 juta per bulan dari penghasilannya.
  • Broke (28 persen), kelompok yang pengeluarannya lebih besar dari pendapatan, sehingga mengalami defisit hingga rata-rata sebesar 35 persen.

“Segmen Broke ini bukan berarti miskin atau tidak mampu, mereka justru berpenghasilan di atas kelas On edge namun memiliki gaya hidup yang menuntut mereka untuk mengeluarkan uang lebih banyak.” Imbuh Rajiv.

Dalam hal ini segmen Broke memiliki pengeluaran lebih besar dibanding segmen yang lain dalam hal liburan, perawatan rumah, membayar cicilan, membeli pakaian dan arisan. (investor.co.id)